Makna Jumat Agung di Sekolah Bhakti Prima

Penulis: Octaviani Chandrawati, S.Pd - SD Katolik Bhakti Prima

Setiap tahun, ketika memasuki pekan suci, hati kita diajak untuk merenung lebih dalam tentang perjalanan iman kita sebagai umat Kristiani. Salah satu momen paling menyentuh dan penuh makna dalam pekan suci adalah peringatan Jumat Agung, hari di mana kita mengenang penderitaan dan wafatnya Yesus Kristus di kayu salib. Sebuah hari yang sunyi, penuh keheningan, namun juga kaya akan cinta dan harapan.

Sebagai seorang guru di SD Katolik Bhakti Prima, saya menyadari betapa pentingnya memperkenalkan nilai-nilai iman kepada anak-anak sejak dini. Dalam kesibukan kita mengajar dan mendidik, terkadang kita lupa bahwa pendidikan yang paling hakiki adalah pendidikan hati. Jumat Agung memberi kita ruang untuk kembali memandang salib—bukan sebagai lambang penderitaan semata, melainkan sebagai lambang cinta yang sempurna.

Yesus tidak wafat karena Ia kalah, tetapi karena Ia menang atas keegoisan, kebencian, dan dosa. Di atas kayu salib, Ia tidak hanya menanggung rasa sakit secara fisik, tetapi juga menanggung beban seluruh umat manusia. Ia dilukai oleh mereka yang dahulu bersorak memuji-Nya, ditinggalkan oleh para sahabat-Nya, namun tetap memilih untuk mengampuni. “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Kalimat ini menggema sampai hari ini, mengajarkan kita arti dari kasih yang tak bersyarat.

Bagi para siswa dan orang muda, Jumat Agung dapat menjadi titik refleksi yang kuat. Dalam dunia yang penuh dengan kompetisi, pencapaian, dan tekanan, Yesus justru mengajarkan bahwa yang paling penting adalah kerendahan hati, kesetiaan, dan pengorbanan. Anak-anak belajar bahwa menjadi besar bukan berarti menjadi yang paling hebat, tetapi menjadi pribadi yang mampu melayani dan memberi dengan tulus.

Di sekolah, saya sering mengajak anak-anak untuk melihat makna pengorbanan dalam kehidupan sehari-hari. Ketika mereka rela berbagi makanan dengan teman, mengalah dalam permainan, atau membantu guru tanpa diminta—di situlah mereka sedang meneladani Kristus. Mungkin itu tampak sederhana, tetapi di balik sikap-sikap kecil itu, tumbuhlah benih-benih cinta sejati.

Jumat Agung juga mengingatkan kita akan pentingnya pengharapan. Setelah Jumat Agung, kita tahu bahwa akan datang Minggu Paskah—hari kebangkitan. Ini adalah pesan yang luar biasa: bahwa penderitaan bukanlah akhir, bahwa salib bukanlah penutup, melainkan awal dari kehidupan yang baru. Maka, di tengah segala tantangan hidup, kita diajak untuk tidak menyerah, karena Tuhan telah lebih dulu mengalahkan penderitaan dengan cinta-Nya.

Sebagai komunitas pendidik di SD Katolik Bhakti Prima, marilah kita menjadikan momen Jumat Agung ini sebagai ajakan untuk lebih mencintai, lebih peduli, dan lebih berserah. Semoga setiap salib yang kita pikul dalam hidup—baik sebagai guru, orang tua, maupun murid—menjadi jalan menuju kedewasaan iman dan kasih.

Akhirnya, Jumat Agung bukan sekadar hari libur atau tradisi tahunan, melainkan undangan dari Tuhan untuk masuk lebih dalam ke dalam misteri cinta-Nya yang begitu besar. Sebuah cinta yang tidak menuntut balasan, tetapi mengubah hati siapa pun yang merasakannya.

Mari kita hayati Jumat Agung dengan iman yang hidup, hati yang bersyukur, dan tekad untuk terus menjadi pribadi yang membawa terang dan damai bagi dunia.

Miss Octaviani Miss Octaviani
275x dilihat